Beranda | Artikel
Hukum Membaca Al-Fatihah Pada Momen Tertentu
Kamis, 31 Maret 2011

HUKUM MEMBACA AL-FATIHAH PADA MOMEN TERTENTU, SEBAGAIMANA KEBIASAAN PADA SEBAGIAN ORANG

Pertanyaan
Surat Al-Fatihah adalah sudah menjadi kebiasaan dan diamalkan disni. Dan banyak perdebatan seputarnya di antara umat Islam. Saya ingin mengetahui apakah sesuai syariat dalam Islam atau tidak hal itu dengan merujuk ke banyak ayat Quran, hadits dan penjelasannya.

Jawaban
Alhamdulillah.

Surat Al-Fatihah adalah surat terbaik dalam Qur’an Majid. Bahkan ia termasuk yang terbaik dari apa yang Allah ta’ala turunkan kepada para Rasul. Diriwayatkan oleh Bukhori, (4474) dari Abu Said bin Mu’alla radhiallahu anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadanya:

لَأُعَلِّمَنَّكَ سُورَةً هِيَ أَعْظَمُ السُّوَرِ فِي الْقُرْآنِ ….. ثم قَالَ : الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ

Sungguh saya akan ajarkan kepada anda surat ia termasuk surat yang paling agung dalam Qur’an. Kemudian bersabda: Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin ia termasuk tujuh ayat yang diulang-ulang dan Al-Qur’an Agung yang diberikan kepadaku.”

Diriwatkan Tirmizi (2857) dari Ubay bin Ka’b radhiallahu anhu dari Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا أُنْزِلَتْ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الزَّبُورِ وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلُهَا ، وَإِنَّهَا سَبْعٌ مِنْ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُعْطِيتُهُ (وصححه الألباني في “صحيح الترمذي)

Demi jiwaku yang ada di Tangan-Nya tidak ada yang diturunkan dalam Taurat, Injil, Zabur tidak juga dalam Al-Furqan sepertinya. Sesunggunnya ia tujuh (ayat) yang diulang-ulang dan Qur’an Agung yang diberikannya.” [Dinyatakan shahih oleh Albany dalam Shahih Tirmizi].

Tidak ada dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam juga dari para shahabatnya bahwa mereka membaacakan Al-Fatihah ketika akad nikah, ketika takziyah atau ketika terjadi transaksi jual beli. Jika ini suatu kebaikan, mereka pasti lebih mendahului kita.

Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah mereka mengatakan bahwa semua perbuatan dan perkataan yang tidak ada ketetapan dari para shahabat termasuk bid’ah. Karena Jika itu kebaikan, mereka pasti mendahului kita. Karena mereka tidak meninggalkan salah satu perangai kebaikan kecuali mereka bersegera melaksanakannya.” [Tafsir Ibnu Katsir, 7/278-279].

Jika bacaan Al-Fatihah dalam momen agama, pasti mereka lebih mendahului kita karena mereka adalah orang yang lebih dahulu dalam semua kebaikan. Orang yang paling mengetahui setiap keutamaan. Mereka adalah para shahabat Nabi sallallahu alaihi wa sallam.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya tentang hukum bacaan Al-Fatihah ketika akad pernikahan sampai sebagian menamakan itu bacaan Al-Fatihah lagi bukan akad, seraya mengatakan, “Saya bacakan Fatihahku kepada Fulanah. Apakah hal ini disyareatkan?

Maka beliau menjawab, “Ini tidak disyariatkan. Bahkan ini termasuk bid’ah. Bacaan Al-Fatihah dan surat tertentu lainnya tidak dibacakan kecuali di tempat yang telah disyareatkan agama. Kalaau ia dibacakan di tempat selain (yang disyareatkan) sebagai bentuk ibadah, maka itu termasuk bid’ah. Sungguh kami telah melihat kebanyak orang membacakan Al-Fatihah pada banyak kesempatan sampai kami mendengarkan orang mengatakan, “Bacakan Al-Fatihah kepada mayit. Kepada ini dan itu. Ini semua termasuk bid’ah yang mungkar. Al-Fatihah dan surat lainnya tidak dibaca dalam setiap kondisi dan setiap tempat serta setiap waktu kecuali hal itu disyareatkan sesuai Kitabullah atau Sunah Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam. Kalau tidak, maka ia termasuk bid’ah mungkar, pelakunya perlu diingkari.” [Fatawa Nurun ‘Alad Darbi, 10/95].

Beliau juga mengatakan, “Bacaan Al-Fatihah ketika takziyah juga termasuk bid’ah. Dahulu Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam tidak pernah bertakziyah dengan bacaan Al-Fatihah tidak juga surat lain dalam Al-Qur’an.” [Majmu Fatawa Wa Rasail Ibnu Utsaimin, 13/1283].

Syekh Sholeh Al-Fauzan, “Bid’ah yang baru terjadi pada sisi ibadah pada zaman ini banyak. Karena asal ibadah itu tauqifi (paten) tidak disyareatkan sesuatu kecuali dengan adanya dalil. Selagi tidak ada dalil maka ia termasuk bid’ah. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

من عمل عملًا ليس عليه أمرنا فهو رد (رواه البخاري، رقم 2697 ومسلم، رقم 1718)

Siapa yang beramal suatu amalan tidak ada perintah dari kami, maka ia tertolak.” [HR. Bukhori, no. 2697 dan Muslim, no. 1718].

Ibadah yang dilakukan sekarang yang tidak ada dalilnya banyak sekali. Di antaranya mengeraskan niat dalam shalat, zikir berjama’ah setelah shalat, meminta bacaan Al-Fatihah dalam momen dan setelah doa juga untuk mayit… selesai (Bid’ah Anwa’uha Wa Ahkamuha/Bid’ah macam dan hukumnya). Dari kumpulan karangn Al-Fauzan, (14/15). www.ajurry.com

Seyogyanya seorang muslim menjaga agar senantiasa mengikuti Nabi sallallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya serta menjauhi bid’ah mengamalan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ…)رواه أبو داود، رقم  4607، وصححه الشيخ الألباني في صحيح أبي داود)

Hendaknya kalian semua berpegang dengan sunahku dan sunah khulafaur rosyidin mahdiyyin, dan gigitlah kuat dengan gigi geraham. Dan jauhilah suatu yang baru dalam urusan (agama).” [HR. Abu Daud, no. 4607 dinyatakan shahih Syaikh Albany di Shahih Abi Dawud]

Wallahu a’lam

Disalin dari islamqa


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3024-hukum-membaca-al-fatihah-pada-momen-tertentu.html